COGAN REGALIA KERAJAAN JOHOR - RIAU

Coretan pena :  Jaafar Kelana Al - Bugisi


   Alat alat kebesaran kerajaan Johor - Riau dianggap sakral atau keramat yang melambangkan kebesaran dan kekuasaan sesebuah negeri yang berdaulat yang punya Raja atau Sultan , penuh magis yang bisa mempengaruhi keadaan sekeliling bisa mengembalikan keseimbangan nya menolak pelbagai bahaya , saperti wabak , bencana atau pergolakan massyarakat . Salah satu contoh tentang kepercayaan yang sangat tinggi pada kehebatan alat alat kebesaran itu tertera dalam satu kisah penentangan antara Laksamana Tun Abdul Jamil berhadapan dengan Datok Bendahara pada tahun 1689. Pada mula nya Laksamana Tun Abdul Jamil mempunyai pengaruh yang amat kuat , akan tetapi setelah pengikut nya mendengar tiupan nafiri dan bunyi gendang nobat yang  merupakan sebahagian alat alat kebesaran kerajaan johor - Riau yang dimainkan diperahu Datok Bendahara , maka pengikut Laksamana Tun Abdul Jamil berbondong bondong menyertai Datok Bendahara.




                                              Cogan sirih besar

Alat alat kebesaran kerajaan Johor - Riau terdiri dari sebuah cogan bernama " Sirih Besar " kerana bentuk nya menyerupai daun  sirih terbuat dari emas tulin sebesar nyiru seberat 5 kg  bertulang perang , apabila raja Di Arak cogan srih besar ini lah dibawa orang berjalan dihadapan sekali,  gendang nobat , sebilah  pedang berhulu  panjang dari emas , rantai sayap sandang . Gendang nobat ialah orkestra di Raja yang terdiri dari beberapa macam instrumen saperti nafiri, nekara, gendang , serunai, bangsi, kopak dan ceracap. Tentang susunan pemain alat alat  muzik Di Raja ini  ialah : barisan pertama untuk peniup nafiri digelar " Lela Perkasa ", barisan kedua pemain nekara, barisan ketiga peningkah gendang nobat dilakukan olih  " Penghulu Lela Sang Guna ", barisan keempat serunai dan bangsi manakala barisan kelima pemain kopak dan ceracap. Alat kebesaran ini juga  termasuk sepucuk meriam bernama " Gempita alam " dan  sebilah keris panjang diberi nama " Bala seribu " yang pernah berada didalam pegangan Raja Kecil dan dikembalikan nya satelah isteri nya Tengku Kamariah dibebaskan.

Raja Ali Haji didalam kitab " Pengetahuan bahasa " menerangkan  tentang cogan  ia itu sebagai nama bagi kebesaran kerajaan Melayu ia itu emas diperbuat saperti daun sirih sebesar nyiru dan tersurat nama sultan disitu dan apakala Raja berangkat berjalan maka cogan ini lah dibawa orang berjalah dahulu dihadapan Raja .

Diatas dada cogan sirih besar itu terdapat tulisan jawi saperti berikut :

   "   Bismillah hirrahman nirrahim bahawa ini lah Raja yang berketurunan dari Bukit Siguntang asal nya daripada Baginda Sultan Iskandar Zulkarnain dan ialah Raja yang  adil lagi berdaulat yang mempunyai tahta kerajaan serta kebesaran dan kemuliaan kepada segala negeri yang didalam daerah tanah Melayu dan kurnia tuhan Rabbul Asril azim atas nya dan dikekalkan Allah Subhanahua Taalah diatas kerajaan nya ditambahi Allah pangkat nya yang kebesaran serta darjat nya yang kemuliaan didalam daulat  Sa' adati Allahi Wa akhlada Allahhumma mulkahu wa sulthanaha wa abdaha ' adlahu wa insanahu bijahi al nabi sayyidi al mursalina wa' alihi wa shabihi ajma 'in amin Allahhumma amin tammat "





                                   Makam Engku Puteri ( Raja Hamidah ) pemegang regalia

 
   Alat alat kebesaran ini disimpan olih Engku Puteri ( Raja Hamidah ) ini diperebut olih kedua anak tiri nya dengan pihak pihak yang menyebelahi merika dan merupakan peristiwa besar pada tahun menjelang perjanjian London 17 Mac 1824 . Alat alat kebesaran ini lah yang menentukan sah atau tidak nya seseorang Sultan ditabalkan menurut adat istiadat Raja raja Melayu .  Engku Puteri ( Raja Hamidah ) merupakan seorang perempuan yang amat kaya . Beliau  berhasil mendamaikan pertelingkahan berat yang terjadi antara adik nya Raja Idris  dengan seorang pemimpin Bugis yang terpandang , Keraeng Cendera Puli.

   Pada bulan Oktober 1822 Gabenor Belanda di Melaka bersama Adrian Koek dan pasukan nya telah datang ke Pulau Penyengat menjarah istana Engku Puteri ( Raja Hamidah ) untuk mengambil alat alat kebesaran kerajaan Johor - Riau cara paksa.  Orang orang Belanda itu berhadapan dengan batu karang yang tegak ditengah tengah hempasan gelombang dari segenap penjuru mata angin. Memang alat alat kebesaran itu berjaya diambil , tetapi adat telah terlangkahi . Penyerahan alat alat kebesaran  (Regalia ) tanpa berkat dari sang pemegang  nya yang sah tidak mempunyai apa apa makna.

Sedangkan sumber Belanda mengatakan , Betawi menganjurkan kepada Gabenur Melaka agar mengundang Engku Puteri menyampaikan permintaan supaya menyerahkan alat alat kebesaran kerajaan kepada Sultan Abdul Rahman , dan dengan susah payah menghadapi bahaya ketidak senangan para pengikut Engku Puteri pada tanggal 13 oktober 1822 alat alat kebesaran itu berhasil diambil lalu disimpan di Tanjung Pinang . Apakah peristiwa Arung Belawa yang mengada kan perlawanan terhadap Belanda di benting Tanjung Pinang bukan lah merupakan reaksi ketidak senangan itu ?.





                           Sultan Abdul Rahman ( Sultan Riau - Lingga yang terakhir ) 1883 - 1912


   Lihat lah apa yang terjadi pada hari penyerahan alat alat kebesaran itu pada tanggal 27 November 1823 yang beerti hari pengesahaan Tengku Abdul Rahman sebagai Sultan pada tahun 1883 . Menurut adat , semua orang orang besar kerajaan hadir didalam upacara itu. Bendahara Pahang yang meski pun menyatakan kesetiaan nya mewakil kan kepada yang dipertuan Muda , Temenggong Johor berpihak kepada  Inggeris , Raja tua Yang berada di Sambas tidaak datang, dan Raja Indera Bungsu belum ditentukan. Rantai sayap sandang tidak dikalungkan keleher Sultan tetapi hanya diserahkan  ketangan nya.

   Tidak sumbang kah bunyi alunan gendang nobat ketika dimainkan lagu kerajaan yang bernama Iskandar Shah, Ibrahim Khalil , lagu lampam , Ganjar, Palu palu , Lagu perang, Lagu subuh  dan Seri istana . Baru sekali itu lah terjadi gendang nobat dimainkan bersama dengan lagu lagu Eropah ysng dimainkan  olih Korp muzik militer Belanda dalam upacara dulu nya khidmat dan takzim.


Sumber :  a)  Hasan Junus Pekan Baru
                b)  Di olah semula : JAAFAR KELANA




                                 Semasa ziarah makam makam leluhur di Pulau Penyengat Kepri




        Bagi melestarikan tentang " Cogan  " ini , maka diabadikan di dada kiri sebagai replika . Gambar kenangan sempena lawatan warga Bugis Selangor diketuai olih Tengku Jamaludin bin Tengku Mahmud Shah Al Haj orang kaya daerah Sepang pada  bulan Apr 2018 ( No 3 dari kiri )
         

1 comments:

Anonymous said...

Nak juga melihat secara berdepan..

Leluhur punya

Post a Comment